Cari Blog Ini

Nasihat Sahabat Umar Bin Hattab RA untuk para Wanita muslimah dalam Menentukan / Memilih pasangan

Nasihat Sahabat Umar Bin Hattab RA untuk para Wanita muslimah dalam Menentukan / Memilih pasangan
Masalah pernikahan mendapat perhatian yang sangat khusus dalam ajaran Islam.
Meskipun Cinta adalah landasan utama dalam sebuah hubungan, namun pernikahan bukan hanya mengenai mencintai dicintai, bukan pula sekedar menyatukan dua insan dalam ikatan suci. Melainkan sebuah perjuangan dan pembelajaran.

Pernikahan bukanlah akhir cerita dari cinta dua insan, tetapi awal kehidupan baru yang di dalamnya butuh perjuangan dan banyak pembelajaran yang diperoleh dari proses menuju kebahagiaan.

Sebelum menikah, seorang Muslimah dianjurkan untuk memperhatikan kriteria dan kualitas calon suami yang akan menjadi pendamping hidupnya hingga akhir hayat.

Umar bin Khattab RA, seperti dikutip dalam kitab Makarim al-Akhlaq , mengajarkan kaum Muslimah agar memperhatikan kriteria laki-laki calon suaminya.
Menurut Umar bin Khatab RA, kriteria laki-laki secara umum terbagi ke dalam tiga golongan.

Golongan pertama adalah :

Laki-laki yang Pandai menjaga diri, lemah lembut, cepat berpikir, dan memiliki keputusan yang tepat.

Golongan Kedua :
Adalah Ia seorang laki-laki yang ketika dihadapkan pada satu persoalan akan pergi pada orang yang ahli untuk meminta nasihat dan masukan.

Golongan Ketiga :
Laki-laki yang selalu bingung, tidak pintar, dan Selalu enggan mendengarkan pendapat orang lain.

*Mahkota seseorang adalah akalnya. Sedangkan derajat seseorang adalah agamanya, kehormatan seseorang adalah budi pekertinya.
 -Umar Bin Hattab R.A


Manusia memang diciptakan berbeda -beda ,entah dari fisik dan Sifatnya.
Tidak semua Wanita bisa mendapatkan kriteria pertama sebagai jodoh terbaik.

Karena itu, para ulama menjelaskan dan memberi Arahan pada kaum Hawa untuk menentukan calon suami dengan mengedepankan Prinsip utama sebelum menentukan untuk mengarungi bahtera rumah tangga, apa prinsip utama dalam memilih kriteria calon suami?

Prinsip yang Utama dalam memilih suami adalah dengan melihat kualitas ketaqwaan dan keimanannya, sebab Ketika lelaki yang beragama dan memiliki kualitas taqwa yang baik sudak pasti memiliki akhlak yang baik juga, yang mampu memahami hak - hak suami pada istri dan juga mampu menjadi Imam yang baik dalam keluarga.

Dalam Sebuah Riwayat diceritakan :
Suatu ketika, Imam Hasan bin Ali ditanya oleh seseorang, "Saya mempunyai seorang anak gadis. Menurut tuan, dengan siapakah sebaiknya ia saya nikahkan?"

"Nikahkanlah dengan laki-laki yang bertakwa kepada Allah," jawab Imam Hasan. "Kalau laki-laki itu mencintai anakmu, ia akan memuliakannya, dan kalau tidak mencintainya, ia tidak akan menganiayanya," kata Imam Hasan.

Seorang suami haruslah sosok yang beriman kepada Allah SWT dan berakhlak mulia.
Di samping itu, para ulama juga menguraikan konsep kufu' .
Umumnya, kufu' diartikan kesepadanan antara suami dan istri, baik status sosialnya, nasabnya, hartanya, ilmunya, maupun imannya. Akan tetapi, sekelompok ulama berpandangan, unsur kufu' yang terpenting adalah iman dan akhlak; bukan nasab, harta, dan lainnya.

Hal itu didasarkan pada firman Allah :


يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

 
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu." (QS al-Hujurat 13).

Ayat itu menegaskan Bahwa Semua Manusia Itu sama dihadapan Allah.
Tidak seorang pun yang lebih mulia di Hadapan Allah kecuali karena ketakwaannya , yang hal itu dapat ditunjukan dengan selalu menjalankan kewajiban-kewajibannya kepada Allah dan memenuhi hak - hak terhadap sesama manusia.

Dalam kitab Fiqh al-Mar'ah al-Muslimah ; laki-laki yang saleh, sekalipun ia bukan dari keturunan orang terpandang, boleh dipilih sebagai calon suami, begitu pula dengan laki-laki miskin, Ia boleh dipilih sebagai calon suami, sejauh ia pandai memelihara diri dari perbuatan-perbuatan keji.
Sebaliknya, jika laki-laki yang tidak teguh menjalankan agamanya, ia tak pantas dijadikan suami oleh Muslimah yang taat.

Rasulullah saw bersabda :
Orang beriman laki-laki (suami) tidak boleh membenci orang beriman perempuan (isteri). Jika suami mmbenci satu perangai (buruk) dari isterinya, dia bisa rela (suka, menerima, cinta) terhadap perangainya yang lain (yang baik). (H.R Muslim).

Sahabat Umar Bin khattab RA
Suatu hari bekata :
"Seorang suami di dalam keluarga selayaknya menjadi laksana anak-anak (lembut dan kasih sayang). Namun dihadapan masyarakat ia keluar laksana orang dewasa(kokoh dan orang besar yang berwibawa)."

Seseorang mengeluh kepada Umar bin Khattab bahwa cintanya kepada isterinya telah memudar dan ia bermaksud menceraikannya.

Umar menasehati: “Sungguh jelek (niatmu). Apakah semua rumah tangga(hanya dapat) terbina dengan cinta? Dimana taqwamu dan janjimu kepada Allah? Di mana pula rasa malumumu kepada Nya? Bukankah kamu sebagai sepasang suami isteri telah saling bercampur (menyampaikan rahasia) dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat?”

Dari Semua Riwayat diatas merupakan sebuah pedoman bagi seorang wali dan seorang gadis untuk memilih calon suami yang tepat.

Dan dalam kitab Bidayatul Mujtahid ,dijelaskan ;
tidak ada perbedaan pendapat dalam Mazhab Maliki bahwa jika ada gadis yang dipaksa orang tuanya untuk menikah dengan laki-laki pemabuk atau fasik, ia berhak menolak.

Begitu pula jika ia akan dinikahkan dengan laki-laki yang hartanya diperoleh dengan cara-cara yang haram.
Pendapat Ibnu Rusyd itu diperkuat dengan kenyataan bahwa orang pemabuk cenderung kehilangan akal sehat dalam bertindak. Karena itu, ia sangat mungkin akan melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang membahayakan keselamatan sang istri.

Dalam suatu kasus yang sering terjadi ditengah Masyarakat, tidak sedikit wanita yang keliru dalam menentukan pasangan hidup, Umumnya mereka berdalih atas nama Cinta, namun ketika sudah berumah tangga, baru mengetahui kerusakan moral suaminya.

Yang demikian bisa saja terjadi pada kebanyakan wanita ,karena mereka meninggalkan prinsip prinsip yang sebenarnya sudah mereka ketahui, yaitu prinsip dasar dalam memilih kriteria suami, sehingga kekecewaan yang mereka dapat.

Nah ,bagaimana jika semua sudah terlanjur?
Menurut mazhab Hanafi, sang istri boleh mengadukan suaminya yang rusak moralnya kepada hakim. Jika si suami dipandang telah bertindak keterlaluan karena membahayakan si istri, hakim dapat memberikan hukuman yang setimpal, sebagai sarana pendidikan bagi si suami agar memperbaiki perilakunya. Meski demikian, menurut mazhab ini, si istri tetap belum boleh meminta cerai.

Sementara itu, menurut mazhab Maliki, bila seorang istri mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya hingga membahayakan keselamatannya, ia boleh mengadu ke hakim dan meminta cerai. Namun, hakim boleh mengabulkan permintaan itu, hanya jika ia melihat si istri tidak mungkin bisa hidup lebih baik selama dalam ikatan perkawinan tersebut.

Demikianlah Nasihat Untuk Kaum Wanita dalam Memilih atau menentukan pasangan hidup, yang di Nukil dari Nasihat Sahabat Umar Bin Hattab Radiallahu'anhu.

Semoga bisa menjadi Inspirasi ,bagi kaum wanita sehingga takan ada lagi keluh kesah, atau cerita sedih dalam hubungan Rumah Tangga, Aamiin.

Belum ada Komentar untuk "Nasihat Sahabat Umar Bin Hattab RA untuk para Wanita muslimah dalam Menentukan / Memilih pasangan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel